Showing posts with label Sistem EFI. Show all posts
Showing posts with label Sistem EFI. Show all posts

SENSOR-SENSOR POSISI DAN KECEPATAN

Fungsi:

Memberitahukan kepada ECM tentang posisi, kecepatan dan perubahan dari kecepatan suatu komponen.

Jenis-jenis:
1.           Sensor Posisi Camshaft (disebut juga G-sensor), mendeteksi posisi camshaft.
2.           Sensor Posisi Crankshaft (disebut juga Ne-sensor), mendeteksi posisi crankshaft.
3.           Sensor Kecepatan Kendaraan (Vehicle speed sensor), mendeteksi perubahan kecepatan kendaraan.

Gambar penempatan:

Sensor-sensor jenis di atas memiliki sebuah magnet permanen, yoke, dan lilitan. Sensor-sensor ini dipasangkan berhadapan dengan sebuah gigi dari gear. Setiap ada pergerakan dari gigi gear ini akan menimbulkan sebuah pulsa tegangan AC sebagai hasil dari induksi lilitan dengan magnet. ECM menentukan kecepatan komponen berdasarkan putaran dari banyakanya pulsa. Banyaknya pulsa per detik merupakan frekuensi dari sinyal.

Sensor Reluktance Pick-up Coil (Variable reluctance)

Suatu hal yang sangat penting dalam pemasangan sensor reluktan adalah jarak antara rotor dan lilitan pick-upnya. Semakin renggang jarak antar keduanya maka sinyal AC yang keluar semakin lemah.

Tidak semua rotor memiliki gigi. Kadang-kadang diberikan lubang lekukan yang memiliki efek yang sama dengan gigi.

Seperti yang telah dijelaskan bahwa sensor reluktans memproduksi sinyal tegangan AC, dan dia tidak memerlukan catu tegangan dari luar. Ciri yang umum dan mudah di lihat adalah sensor ini memiliki dua buah kabel penghubung sinyal AC.

Kabelnya dirancang khusus secara kembar dan terlindungi dari interferensi listrik luar yang mungkin dapat mempengaruhi sinyal.

Sensor Camshaft (Sensor G)

Dengan mengetahui posisi camshaft, ECM dapat menentukan kapan siinder nomor I berada pada langkah kompresi. ECM memanfaatkan informasi ini untuk menentukan waktu:
·                 penginjeksian bahan bakar;
·                 sistem pengapian; dan
·                 sistem pengontrolan katup variable.
Sensor ini dipasang dekat salah satu dari camshaft. Pada mesin jenis V dipasang satu sensor untuk setiap bank silinder. Pada mesin dengan sistem pengapian distributor, sensor ini disebut sensor G dan ditematkan di dalam distributor.

Sinyal tegangan AC yang dihasilkan adalah proporsional dengan kecepatan camshaft. Oleh sebab itu semakin cepat camshaft berputar semakin tinggi frekuensi yang dihasilkan.


Terminal untuk sensor camshaft pada ECM diberi tanda dengan huruf G, dan pada beberapa model huruf G diikti dengan huruf sepsifik misalnya G22.

Variable Valve Position Sensor

Pada sistem VVT-I, sensor camshaft disebut sebagai sensor posisi katup variable (Variable Valve Position Sensor)


Sensor Posisi Crankshaft (Crankshaft Position Sensor - NE Sensor

ECM memanfaatkan sinyal crankshaft untuk menentukan:
  • RPM mesin;
  • Posisi crankshaft; dan
  • engin misfire.
Sinyal ini (yang biasa disebut sinyal NE) dikombinasikan dengan sinyal G (yang mengindikasikan silinder dalam langkah kompresi), dari kedua sinyal ini ECM dapat menentukan pemerogramman urutan pengapian mesin (firing order). 




Sensor kecepatan kendaraan (Vehicle Speed Sensor-VSS)
ECM memakai sinyal VSS untuk memodifikasi fungsi-sungsi mesin dan melakukan diagnosa rutin. Sinyal VSS bersumber dari sebuah sensor yang mengukur kecepatan transmisi/transaxle atau kecepatan roda. Beberapa perbedaan dari sensor yang digunakan tergantung pada model kendaraannya.

Pada beberapa kendaraan, sinyal VSS diproses dalam meter kombinasi dan kemudian dikirimkan ke ECM. Di dalam beberapa kendaraan yang dilengkapi dengan sistem pengereman ABS, sinyal diproses di dalam sistem computer ABS, dan kemudian computer ABS mengirimkannya ke meter kombinasi dan ke ECM. Keterangan lebih rinci dapat dilihat pada setiap wiring diagram masing-masing kendaraan.


VSS jenis lilitan Pick-Up (Variable Reluctance)
VSS jensi ini beroperasi berdasarkan pada teknik reluktansi variable seperti yang telah kita bahas terdahulu. Dia dipakai untuk mengukur kecepatan yang dihasilkan oleh transmisi/transaxle atau roda tergantung pada dimana dia ditempatkan.

VSS Magnetic Resistance Element (MRE)
VSS jenis MRE digerakkan dengan shaft keluaran pada sebuah transmisi atau gear keluaran pada transaxle. Sensor ini menggunakan sebuah cincin magnetic yang berputar ketika shaft keluaran berputar. MRE mendeteksi perubahan medan magnet disekitarnya. Sinyal ini dikondisikan di dalam VSS diproses sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah sinyal digital. Sinyal digital ini kemudian dikirimkan ke meter kombiasi dan ke ECM. Sensor MRE memerlukan catu daya luar oleh sebab itu ciri khasnya adalah dia memiliki tiga kabel; satu ground, satu catu daya IGN, dan satu kabel keluaran digital.


VSS Jenis Reed Switch
VSS jenis Reed switch digerakkan oleh kabel speedometer, komponen utamanya adalah sebuah magnet, reed switch, dan kabel speedometer. Magnet berputar menggerakkan reed switch untuk membuka atau menutup kontaktor sebanyak empat kali setiap putarannya. Aksi ini menghasilkan 4 pulsa setiap putaran. Kemudian sinyal ini dikirim ke ECM guna menentukan kecepatan kendaraan.
-------------------------------------------



SENSOR-SENSOR TEMPERATUR EFI

SENSOR-SENSOR TEMPERATUR



Macam-macam Sensor Temperatur sesuai dengan fungsinya digambarkan dalam Fig. 2-14

1.    Engine Coolant Temperature (ECT) Sensor


Fungsi:
Mengukur temperature coolant mesin agar ECM mengetahui nilai rata-rata dari temperature mesin secara keseluruhan.

Penempatan:     
ECT biasanya dipasang pada saluran coolant sebelum dan/atau berdekatan dengan thermostat.

Koneksi ke ECM:
ECT dihubungkan dengan terminal THW (khusus ECM Toyota dan sejenisnya) pada ECM.

Perhatian:
ECT merupakan sensor yang sangat penting guna mengaktifkan banyak fungsi dari ECM, seperti fugsi fuel injection, ignition timing, variable valve timing, transmission shifting, dsb. Lakukanlah pengecekan guna melihat apakah mesin berada pada temperatur operasi dan apakah ECT secara aktual melakukan report temperatur ke ECM? Rangkaian diperlihatkan pada Fig.2-15.

2.       Intake Air Temperature (IAT) Sensor


Fungsi:
Mendeteksi perubahan temperature udara masuk.

Penempatan:
1.   Pada kendaraan yang dilengkapi dengan sebuah MAP Sensor, IAT ditempatkan pada saringan udara.
2.   Pada kendaraan yang dilengkapi dengan Mass Air Flow sensor, IAT merupakan bagian satu kesatuan dari MAF sensor.

Koneksi ke ECM:
IAT sensor dihubungkan dengan terminal THA pada ECM.

Perhatian:
IAT sensor dipakai untuk mendeteksi ambient temperature pada kondisi cold start dan udara masuk akibat kenaikan temperature mesin.

Catatan:
Satu strategi pada pemakaian ECM dalam menentukan kondisi cold engine start adalah dengan membandingkan sinyal ECT dan sinyal IAT. Jika kedua sinyal berada pada 8'C (15'F) dari masing-masing sinyal, maka ECM mengasumsikan kondisi ini cold start. Strategi ini jadi sangat penting karena diperlukan dalam keperluan beberapa monitoring dalam proses diagnosis, misalnya EVAP monitor yang didasarkan pada kondisi cold start.
Gambar 2-16 menunjukkan Bentuk IAT sensor dan rangkaian koneksinya

3.    Exhaust Gas Recirculation (EGR) Temperature Sensor

Fungsi:
Mengukur temperature EGR

Penempatan:
EGR temperatur sensor dipasangkan pada saluran EGR

Koneksi ke ECM:
Dihubungkan ke ECM dengan terminal THG

Catatan:
Ketika katup EGR membuka, temperature akan meningkat. Sebagai akibat peningkatan dalam temperature ini maka ECM mengetahui bahwa katup EGR sedang dalam kondisi membuka dan ini berarti gas hasil pembakaran sedang mengalir. Gambar penempatan dan grafik keluarannya diperlihatkan dalam Fig. 2-17. dan Fig. 2-18.

Prinsip Kerja Sensor-sensor ECT, IAT, dan EGR Temperatur.
Guna mengukur temperatur yang berbeda-beda, tetapi mereka beroperasi dengan cara yang sama. Dari tegangan sinyal sensor-sensor temperature inilah ECM mengetahui nilai-nilai temperature mesin. Jika sensor mendeteksi adanya kenaikan temperature, maka sinyal tegangan keluarannya akan menurun. Penurunan dalam sinyal tegangan ini disebabkan oleh menurunnya nilai resistansi. Perubahan nilai resistansi inilah yang menyebabkan sinyal tegangan menurun.

Sensor temperature dihubungkan secara serial dengan sebuah fixed resistor tetap di dalam ECM. ECM memberikan tegangan 5 volts pada rangkaian dan mengukur perubahan tegangan diantara fixed resistor dan sensor temperature.

Ketika sensor dalam kondisi dingin, nilai resistansi dari sensor tinggi, dan sinyal tegangan juga tinggi. Sebagai adanya proses penghangatan (warms up), nilai resistansi menurun dan sinyal tegangan juga menurun. Dari sinyal tegangan inilah ECM dapat menentukan nilai temperature dari coolat, intake air, atau temperature exhaust gas.

Kabel masa dari sensor-sensor temperature tersebut selalu dihubungkan dengan terminal bumi, E2 pada ECM. Semua jenis sensor di atas diklasifikasikan sebagai Thermistor.

Diagnosa Sensor Temperatur

Rangkaian-rangkaian sensor temperature ditest guna menentukan parameter-parameter:
• rangkaian terbuka (opens circuit);
• rangkaian-rangkaian terhubung singkat (shorts);
• tegangan yang diperkenankan.
• nilai resistansi sensor.
Daftar uji dari alat uji diagnosa dapat dijadikan patokan untuk jenis-jenis masalahnya. Sebuah rangkaian terbuka (resistansi tinggi) akan diartikan dan/atau dibaca sebagai kemungkinan temperature yang sangat dingin. Sebuah rangkaian terhubung singkat (resistansi rendah) akan diartikan dan/atau dibaca sebagai kemungkinan temperature yang sangat tinggi. Prosedur diagnosa diterapkan guna mengisolasi dan mengidentifikasi sensor temperatur dari rangkaianya dan ECM.

Nilai resistansi tinggi dalam rangkaian temperature akan menyebabkan ECM mengartikan bahwa kondisi temperature dingin, dan memang sejatinya begitu. Nilai resistansi yang ekstra tinggi akan menyebabkan ECM mengartikan bahwa mesin memiliki kedinginan senilai 20’F = 30’F lebih dingin dari temperature yang sebenarnya. Hal ini akan menyebabkan pada kinerja mesin yang jelek, dan konsumsi bahan bakar yang boros, dan mungkin juga mesin menjadi overheating.

Pemecahan masalah rangkaian terbuka

Seutas kabel jumper dan alat uji diagnosa biasanya dipakai untuk menentukan lokasi masalah dalam rangkaian terbuka, seperti diperlihatkan dalam Fig. 2-19 dan 2-20.

Pemecahan masalah rangkaian terhubung singkat

Dengan memutus di titik-titik sambungan tertentu dalam rangkaian temperature akan mengisolasi hubungansingkat yang terjadi. Temperatur akan beranjak naik sangat rendah ketika terjadi pemutusan, seperti yang diperlihatkan dalam Fig. 2-21 dan 2-22.



SISTEM INJEKSI BAHAN BAKAR PADA MOBIL


Sistem injeksi bahan bakar merupakan sistem bahan bakar yang proses pengabutan bahan bakarnya dengan metode diinjeksikan atau disemprotkan, hal ini berbeda dengan sistem karburator dimana pada sistem karburator proses pengabutan bahan bakar diakibatkan oleh hisapan akibat penurunan tekanan pada venturi karburator.

Sistem injeksi ini merupakan pilihan lain dari sistem karburator, terutama pada negara-negara yang mempunyai aturan yang ketat terhadap kondisi gas buang, hal ini dikarenakan sumber pencemaran udara lebih dari 75% disebabkan oleh kendaraan bermotor. Kelebihan sistem injeksi bahan bakar dibandingkan dengan sistem karburator antara lain:

1)     Pengabutan bahan bakar lebih baik, sehingga homogenitas campuran bahan bakar dengan udara lebih baik
2)     Komposisi campuran sesuai dengan putaran dan beban mesin, dengan menggunakan sensor dan kontrol elektronik komposisi campuran menjadi lebih presisi.

3)     Pembakaran lebih sempurna sehingga
a)      Bahan bakar lebih ekonomis, karena untuk jarak tempu yang sama dibutuhkan bahan bakar yang lebih sedikit.
b)     Tenaga mesin lebih besar karena pada ukuran silinder yang sama jumlah bahan bakar yang mampu dibakar lebih banyak.



c)      Emisi gas buang lebih rendah karena hampir semua bahan bakar habis terbakar.
A.   MACAM SISTEM INJEKSI BAHAN BAKAR

Sistem injeksi bahan bakar dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Berdasarkan lokasi injektor
a. TBI (Throttle Body Injection)
Pada tipe ini injektor berada di throttle body atau venturi dengan jumlah injektor satu buah. Sistem ini disebut pula mono injection. Sistem injeksi tipe ini merupakan konsep awal aplikasi sistem injeksi pada motor bensin.


Gambar 1.Throttle Body Injection/ MonoInjection
b. MPI (Multi Point Injection)

Pada tipe ini injektor dipasang pada manifold mengarah ke katup masuk, jumlah injektor sejumlah silinder. Pada saat ini hampir semua sistem injeksi menggunakan konsep MPI.
Gambar 2. Multi Point Injection
c. GDI (Gasoline Direct Injection)

Pada tipe ini injektor dipasang di kepala silinder, injektor menyemprot ke ruang bakar, banyak injektor sejumlah silinder.
gambar 3.Gasoline Direct Injection


Perkembangan aplikasi sistem bahan bakar karburator, sistem injeksi bahan bakar MPI dan sistem injeksi bahan bakar GDI dapat digambarkan sebahai berikut:

Gambar 4. Perkembangan sistem bahan bakar motor bensin

2.   Berdasarkan Sistem Kontrolnya a. Kontrol Mekanik
Sistem injeksi bahan bakar motor bensin tipe K Jetronic merupakan sistem injeksi kontrol mekanik. Hurup K berasal dari kata “Kontinuierlich” artinya Continue / terus menerus. Pada sistem ini injektor menyemprotkan bensin secara terus-menerus dalam setiap saluran masuk silinder motor. 
Pengontrolan jumlah injeksi bahan bakar ke setiap saluran masuk ditakar oleh plunyer pengontrol (control plunger) yang terletak di distributor bahan bakar dan pengontrolan udara dilakukan oleh air flow sensor. Sistem injeksi K-Jetronic digunakan pada beberapa kendaraan Eropa tahun 1980-an, contoh: Mercedes Benz serie : 280E dan 300 E tahun 80 – an.


Gambar 5. Sistem Injeksi K-Jetronic

Kontrol Elektronik (Electronic Fuel Injection (EFI))

Sistem injeksi motor bensin dengan kontrol elektronik pada saat ini paling banyak digunakan oleh mobil buatan Jepang seperti Suzuki, Mazda, Honda, Toyota , mobil buatan Eropa seperti AUDI, PEUGEOT , VOLVO , mobil buatan Amerika seperti Ford , Chrysler , GM maupun mobil buatan Korea seperti KIA, Hyundai, Daewoo.

Sistem injeksi kontrol elektronik/ EFI secara umum dikelompokkan menjadi 2 yaitu:

1).  L Jetronic

Kode L berasal dari bahasa Jerman “Luft” yang berarti udara. Pada EFI L Jetronic, kontrol injeksi dilakukan secara elektronik oleh Electronic Control Unit (ECU) berdasarkan jumlah udara yang masuk. Sensor untuk mengukur jumlah udara yang masuk ke dalam silinder adalah Air Flow Meter

2). D Jetronic

Kode D berasal dari bahasa Jerman “Drunk” yang berarti tekanan. Pada EFI D Jetronic, kontrol injeksi dilakukan secara elektronik oleh Electronic Control Unit (ECU) berdasarkan jumlah udara yang masuk. Sensor untuk mengukur jumlah udara yang masuk ke dalam silinder adalah Manifold Absolute Pressure Sensor (MAP Sensor).

Secara skematik perbedaan antara EFI-L jetronic dengan EFI-D Jetronic dapat dilihat pada gambar 6, skema EFI-L jetronic lebih detail pada gambar 7 dan skema EFI-D jetronic lebih detail pada gambar 8.


Gambar 6. Skema EFI D-Jetronic dan L-Jetronic


1.
Tangki BB
8.
Throttle
14. Water temp. Sensor
2.
Pompa BB
9.
Throttle Position sensor
15. Idle Speed Control
3.
Saringan BB
10.
Skerup penyetel idle
16. Crank sensor
4.
Pipa deliveri
11.
Penyetel CO
17. Kontak
5.
Regulator tekanan
12.
ECU
18. Ignition coil
6.
Injektor
13.
Injektor saat dingin
19. fuel pum relay
7.
Air Flow meter




Gambar 7. Skema EFI- L Jetronic


Gambar 8. Skema EFI- D Jetronic

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
(Moch.Solikin)